Sabtu, 10 Mei 2014

puisi pagi

Kepada calon pendampingku, Selamat pagi. Selamat menerima sinar mentari lagi di awal hari ini. Pagi ini semoga harimu dimulai dengan cukup berseri. Aku tidak berhasil mendengar suaramu pagi ini. Berkali-kali telepon genggamku menghubungi nomormu di sana, tak ada jawaban apa-apa. Kurasa kau terlalu lelah, sampai tidak mendengar apa-apa. Tak apa, semoga kau tidak lupa, bahwa hari ini bukanlah akhir pekan. Kau tetap harus bergegas untuk melakukan banyak pekerjaan. Apa kabar dengan rindumu? Semoga masih selalu aku, yang kau rindukan dengan terlalu. Karena ah, aku tak pernah membayangkan, apa jadinya rinduku, bila ia merindumu sendirian saja. Rindu itu sendiri pun mampu kesepian, kurasa. Maka pagi ini, apakah kau bersedia meluangkan sedikit saja waktumu, untuk membaca lagi satu puisi untukmu? Ah ya, aku tahu, sudah terlalu banyak puisi kusuguhkan untukmu. Namun aku berjanji, puisi yang ini akan berbeda dari biasanya. Kau akan merasa bahwa kau sedang membaca surat cinta. Anggaplah ini surat cinta, bukan puisi yang sudah sering kali kau baca. Maka bacalah ia, dengan senyum yang biasa bersamamu di pagi hari, Kumohon jangan lagi beranggapan bahwa aku adalah orang yang berlebihan. Kau tahu, jarak jauh terkadang mampu begitu kejam. Dan aku begitu merasa terhibur, karena kata-kata dalam tulisan mampu dengan setia menjadi sahabat tanpa banyak pinta. Goresan kata-kata ini adalah suatu media, agar apa yang kuingin kau tahu, mampu kau tahu tanpa aku perlu berkata-kata. Kesibukan begitu rakus kan? Mereka begitu ingin memangkas waktu-waktu bersama kita. Dan ketika kau menghadapi hari yang kelabu, ingatlah aku. Telah kupinta Tuhan agar membuka payungnya di atas kotamu, agar kau senantiasa merasa teduh. Atas apapun yang kau rasa begitu susah, kumohon jangan mudah untuk menyerah. Dengan penuh cinta, kutulis puisi ini dari meja kerjaku di kota Bandung. Semoga kau selalu baik-baik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar